" Cat Stevens terlahir dari sebuah rumah tangga Nasrani yang berpandangan materialis. Ia tumbuh besar seperti mereka. Setelah dewasa, muncul kekagumannya melihat para artis yang ia saksikan lewat berbagai media massa sampai ia mengganggap mereka sebagai dewa tertinggi. Lantas iapun bertekad mengikuti pengalaman mereka. Dan benar, ternyata ia menjadi salah seorang bintang pop terkenal yang terpampang di berbagai media massa. Pada saat itu ia merasa bahwa dirinya lebih besar dari alam ini dan seolah-olah usiaku lebih panjang daripada kehidupan dunia dan seolah-olah dialah orang pertama yang dapat merasakan kehidupan seperti itu.
Namun pada suatu hari ia jatuh sakit dan terpaksa di opname di rumah sakit. Pada saat itulah ia mempunyai kesempatan untuk merenung hingga ia temui bahwa dirinya hanya sepotong jasad dan apa yang selama ini ia lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasad. Ia menilai bahwa sakit yang ia derita merupakan cobaan ilahi dan kesempatan untuk membuka matanya. Mengapa ia berada disini? Apa yang aku lakukan dalam kehidupan ini?
Setelah sembuh, ia mulai banyak memperhatikan dan membaca seputar permasalahan ini, lantas ia membuat beberapa kesimpulan yang intinya bahwa manusia terdiri dari ruh dan jasad. Alam ini pasti mempunyai Ilah. Selanjutnya ia kembali ke gelanggang musik namun dengan gaya musik yang berbeda. Aku menciptakan lagu-lagu yang berisikan cara mengenal Allah. Ide ini malah membuat diriku semakin terkenal dan keuntungan pun semakin banyak dapat aku raih. Aku terus mencari kebenaran dengan ikhlas dan tetap berada di dalam lingkungan para artis. Pada suatu hari temanku yang beragama Nasrani pergi melawat ke masjidil Aqsha.
Ketika kembali, ia menceritakan kepadanya ada suatu keanehan yang ia rasakan di saat melawat masjid tersebut. Ia dapat merasakan adanya kehidupan ruhani dan ketenangan jiwa di dalamnya.
Hal ini berbeda dengan gereja, walau dipadati orang banyak namun ia merasakan kehampaan di dalamnya. Ini semua mendorongnya untuk membeli al-Qur'an terjemahan dan ingin mengetahui bagaimana tanggapanku terhadap al-Qur'an. Ketika aku membaca al-Qur'an aku dapati bahwa al-Qur'an mengandung jawaban atas semua persoalanku, yaitu siapa aku ini? Dari mana aku datang? Apa tujuan dari sebuah kehidupan? Aku baca al-Qur'an berulang-ulang dan aku merasa sangat kagum terhadap tujuan dakwah agama ini yang mengajak untuk menggunakan akal sehat, dorongan untuk berakhlak mulia dan akupun mulai merasakan keagungan Sang Pencipta.
Semakin kuat perasaan ini muncul dari jiwaku, membuat perasaan bangga terhadap diriku sendiri semakin kecil dan rasa butuh terhadap Ilah Yang Maha Berkuasa atas segalanya semakin besar di dalam relung jiwaku yang terdalam.
Pada hari Jum'at, aku bertekad untuk menyatukan akal dan pikiranku yang baru tersebut dengan segala perbuatanku. Aku harus menentukan tujuan hidup. Lantas aku melangkah menuju masjid dan mengumumkan keislamanku.
Aku mencapai puncak ketenangan di saat aku mengetahui bahwa aku dapat bermunajat langsung dengan Rabbku melalui ibadah shalat. Berbeda dengan agama-agama lain yang harus melalui perantara."
Demikianlah Yusuf Islam memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam ia tidak hanya duduk di tempat ibadah menyembah Allah yang telah menguasai hatinya dengan kecintaan, namun ia melakukan aktifitas untuk kemaslahatan agama ini. Ia ikut andil di dalam berbagai lembaga dan yayasan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan sosial. Semoga Allah memberinya ganjaran yang baik atas sumbangsih yang telah ia berikan kepada kita, agama Islam dan kaum muslimin.
(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani, penerbit DARUL HAQ, telp.021-4701616)