Sabtu, 06 Desember 2014

EKSISTENSIALISME



            MAKALAH FILSAFAT ILMU


                          ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME
                  (Diajukan Sebagai Tugas Individu Pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu)


Dosen Pengampu
Dr. Fawaizul Umam, M. Ag
 


     Zahraini
NIM. 15.4.14.1.036





PASCA SARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2014/2015


BAB I
PENDAHULUAN
               Sejak zaman renaissance perhatian para filosof barat terhadap dunia filsafat dilakukan melalui berbagai studi kritis yang diwujudkan dalam bentuk  mempelajari, menyelidiki, mengkaji dan menelaah kembali pemikiran-pemikiran filsafat di era sebelumnya. Renaissance itu sendiri hadir sebagai jawaban atas kemunduran peradaban bangsa Erofa dari abad kegelapan menuju abad pencerahan (aufklarung). Disaat yang sama, paradigma filsafat di dunia baratpun bergeser dari persoalan mistisisme yang bersifat metafisik ke dialektika materialisme yang realistis. Sebagai contoh lahirnya aliran filsafat eksistensialisme. Eksistensialisme sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat, secara khususnya dalam periodisasi filsafat barat yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat penting di abad ke-20. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, yang secara umum diartikan sebagai keberadaan.
              Paham ini memusatkan perhatiannya kepada manusia, maka karena itulah filsafat ini bersifat humanitis, yang mempersoalkan seputar keber-Ada-an manusia dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya “human is condemned to be free”, manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.
              Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara berada benda-benda yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada di samping lainnya tanpa hubungan. Namun disamping itu semua manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka  untuk membedakan antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan manusia “bereksistensi”.
Sehubungan dengan itu semua maka dalam makalah filsafat  ilmu ini, penulis ingin membahas tentang  pengertian eksistensialisme, latar belakangmunculnya aliran filsafat eksistensialisme, dan tokoh-tokoh eksistensialisme dan ajaran-ajarannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EKSISTENSIALISME.
             Menurut Ahmad Tafsir dalam Hakim  dan Saebani, eksistensialisme  berasal dari kata eksistensi dari kata dasar existency yaitu exist. Kata exist adalah bahasa latin yang berarti ex keluar dan sistare artinya berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri sendiri dengan keluar dari diri sendiri.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan  pada manusia,  dimana manusia dipandang sebagai suatu makhluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi  dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia kongkrit.
             Ada juga yang mendefinisikan bahwa eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
 Ciri ciri aliran eksistensialisme menurut Harun Hadiwijono (1990) adalah sebagai berikut:
1. Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian ini adalah manusia. Oleh karena itu, filsafat ini bersifat humanities.
2. Bereksistensi harus diartikan bersifat dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencanakan. Setiap manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
3. Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakekatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih lagi pada manusia sekitarnya.
4. Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongkrit, pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda beda. Heidegger memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada pengalamaan keagamaan dan Jasper kepada pengalaman hidup yang bermacam macam seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada karena memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah kursi. Pohon mangga adalah pohon mangga. Harimau adalah harimau. Namun mereka mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada.
             Metode eksistensialis bermacam-macam namun pada dasarnya metode-metode eksistensial itu dipengaruhi oleh  Kierkegaard (1813-1855), bapak eksistensialisme. Pemikiran dan metode Kierkegaard merupakan reaksi yang  terutama tertuju pada rasionalisme idealistis Hegel yang dianggapnya telah mati dan tidak berguna lagi.  Filsafat Kierkegaard bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah aku sebagai seorang individu?. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi eksistensial (manusia melupakan  individualitasnya). Jawabannya, manusia bisa menjadi individu  yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.

B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA ALIRAN  EKSISTENSIALISME.
            Sesuai dengan sifatnya yang radikal, filsafat merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada secara mendalam, sehingga dengan adanya filsafat kita akan tahu akar-akar dari berbagai macam ilmu lainnya dan juga dasar dari segala yang ada. Filsafat sebagai mother of scientist terus saja berkembang, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan selalu berfikir secara rasional. Maka tidak heran setiap abadnya teruslah terlahir berbagai macam ahli filsafat di belahan dunia yang berbeda-beda dengan berbagai macam cara berpikir yang berbeda pula.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang muncul karena  ketidak puasan beberapa filosof yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani saat itu  seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya menolak mengikuti suatu aliran. Selain itu filsafat ini juga lahir dari  karena sadarnya beberapa golongan filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar bukan hanya dengan semua serba instant. Selain itu  filsafat eksistensialisme ini lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
1. Materialisme.
Menurut pandangan materialism  manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialism tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan pada  dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material, dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
2. Idealisme.
  Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
3. Situasi dan kondisi dunia.
 Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.

C.   TOKOH-TOKOH ALIRAN EKSISTENSIALISME DAN AJARANNYA.
            Tokoh tokoh eksistensialisme  yang terkenal diantaranya yaitu: Martin Heidegger  adalah  Orang  Jerman, Soren Aabye Kierkegaard adalah orang Denmark , Jean. Paul.  Sartre  dan  Gabriel  Marchel mereka berdua orang Prancis. Namun  dalam  makalah  ini penulis membatasi pada 3 tokoh ini yang dipandang  mewakili tokoh- tokoh  lainnya, yaitu Soren Aabye Kierkegaard, Jean. Paul.  Sartre  dan  Gabriel  Marchel.
1. Soren Aabye Kierkegaard.
            Soren Aabye Kierkep Gangaard lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di universitas Kopenhagen. Ia menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di universitas tersebut. Dalam kurun waktu ini ia apatis terhadap agama. Ia ingin hidup bebas dari lingkungan aturan agama. Setelah mengalami masa krisis religious,  ia kembali menekuni ilmu pengetahuan dan menjadi pastur Lutheran.
Pada tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya om begrebet ironi (The concept of irony). Karya ini sangat orisinil dan memperlihatkan kecemerlangan pemikirannya.  Ia mengecam keras asumsi-asumsi  pemikiran Hegel yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Concluding Unscientific Postcript) tahun 1846, Ia mengungkapkan ajaran ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek.
Ide ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:
a. Pandangannya tentang manusia.
          Kiergegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang bereksistensi bersama dengan analisisnya tentang segi segi kesadaran religious seperti iman, pilihan, keputus asaan dan ketakutan. Pandangan ini sangat berpengaruh terutama di Jerman. Ia mempengaruhi sejumlah ahli teologi Protestan dan filosof filosof eksistensial termasuk Heidegger, Jaspers, Marcel, dan  Buber.
Alur pemikirannya mengajukan persoalan pokok dalam hidup. Apakah artinya menjadi seorang kristiani?  Dengan tidak memperlihatkan wujud secara umum. Ia memperhatikan eksistensi seorang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar kita perlu memahami agama Kresten yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh agama Kresten ada dua yaitu filsafat Hegel yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak baik dalam bentuk filsafat Descartes atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita pada kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat kebiasaan jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya, yang akhirnya ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang kristiani.
            Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena Hegel mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum” tetapi sebagai “aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.   Ia tidak suka pada usaha usaha untuk menjadikan agama Kristen sebagai agama yang masuk akal dan tidak menyukai pembelaan terhadap agama Kristiani yang menggunakan alasan-alasan yang obyektif.
b. Pandangan tentang eksistensi.
          Kiekegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan pernyataan ini bagi manusia yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya. Eksistensi manusia bukanlah statis tetapi senantiasa menjadi artinya manusia itu selalu bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai suatu yang mungkin, maka besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu punya kebebasan. Maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri. Eksistensi manusia justru terjadi dalam kebebasannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka perbuatan manusia. Baginya bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan bagi hidupnya. Konsekwensinya, jika kita tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kitta tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya.
          Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu estetis, etis,dan religius:
1). Eksistensi estetis  menyangkut kesenian,  keindahan. Manusia  hidup
dalam lingkungan dan masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di sini eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya keyakinan akan iman yang menentukan.
2).Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang konkrit saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melaui jalur perkawinan (etis
3).Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.
c. Pandangan tentang teodise.
            Menurut Kierkegaard, antara Tuhan dengan alam, antara Pencipta dengan makhluk terdapat jurang yang tidak terjembatani. Ia menjelaskan bahwa Tuhan itu berdiri diatas segala ukuran sosial dan etika. Sedangkan manusia berada jauh dibawahNya. Keadaan seperti ini menyebabkan manusia cemas akan eksistensinya. Tetapi dalam kecemasan ini seseorang dapat menghayati makna hidupnya. Jika seseorang dalam kecemasan, maka akan membawa dirinya pada suatu keyakinan tertentu.
2. Jean. Paul.  Sartre.
             Jean Paul Sartre lahir di Prancis 21 juni 1905 dan wafat tahun 1980. Ia adalah seorang penulis Prancis. Ia dianggap sebagai pengembang aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan bahwa  eksistensi lebih dulu dari pada esensi. Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya pada masa lalu. Karena itu menurut Sartre satu satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia.
Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Paris. Pada saat itu ia bertemu dengan Husserl. Semenjak itu ia mendalami  fenomenologi dalam mengungkapkan filsafat eksistensialismenya. Karyanya yang terkenal dalam bidang filsafat ialah being ang nothingness, buku ini membicarakan tentang alam dan bentuk eksistensinya. Eksistensialisme dan humanism yang berisi tentang manusia. Ia juga termasuk tokoh yang membantu gerakan haluan kiri dan membela kebebasan manusia. Dengan lantang ia mengatakan bahwa manusia tidak memiliki sandaran agama atau tidak dapat mengendalikan  pada kekuatan yang ada diluar dirinya, manusia harus mengandalkan  kekuatan yang ada dalam dirinya, karya karyanya antara lain adalah no exit, the files, the wall dan nausea.
    Ide ide pokok Jean. Paul. Sartre adalah sebagai berikut:
a. Pandangan tentang manusia.
             Bagi Sartre manusia memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan dan tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung arti dan bahkan mungkin tidak masuk akal. Tetapi yang jelas, manusia dapat hidup dengan aturan aturan integritas, keluhuran budi, dan keberanian, dan dia dapat membentuk  suatu masyarakat manusia. Dalam novel semi otobiografi la nausea dan essei l eksistensialisme est un humanism ia mengatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi  manusia dan kebebasan kehendak. Menurutnya manusia tidak memiliki apa apa sejak lahir.  Dari kodratnya manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas tindakannya atau memikul beban tanggung jawab.
           Sartre mengikuti  Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada hubungannya dengan kekuatan yang ada di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih lanjut yakni memandang manusia saebagai kurang memiliki watak yang semestinya. Ia harus membentuk pribadinya dan memilih kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka dari itu tak ada watak manusia. Oleh karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia hanya sekedar ada. Bukan hanya karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah ada, seperti apa yang dia inginkan sesudah loncat ke dalam eksistensi. Sartre mengingkari adanya bantuan dari luar diri manusia. Manusia harus bersandar pada sumber sumbernya sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya bagi pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre pandangan eksistensialis  adalah suatu doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialisme mengajarkan bahwa tiap kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan  dan subyektivitas manusia. Terkait dengan nilai dan norma sosial. Sartre berpendapat bahwa tidak seharusnya manusia tunduk dan taat pada nilai-nilai dan norma-norma yang dikukuhkan dalam masyarakat, sebab nilai-nilai dan norma-norma tersebut akan mengamputasi kebebasan manusia. Dan lagi, manusia akan menjadi budak dari nilai dan norma tersebut, karena hidup manusia tidak diperintahkan oleh dirinnya sendiri tetapi diperintahkan oleh sumber yang lain.

b. Pandangan tentang kebebasan.
            Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia mendefinisikan manusia sebagai kebebasan. Manusia punya kebebasan yang otonom. Sartre memberikan perumusan bahwa pada manusia itu eksistensi mendahului esensi, maksudnya setelah manusia mati baru dapat diuraikan ciri ciri seseorang. Perumusan ini menjadi intisari aliran eksistensialisme dari Sartre. Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari sekedar menjadi obyek. Kebebasan manusia tampak dari rasa cemas, maksudnya karena setiap perbuatan seseorang adalah tanggung jawab orang itu sendiri. Bila seorang menjauhi kecemasan, maka berarti ia telah menjauhi kebebasan. Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat kehendak. Posisi kebebasan itu tidak dapat bertumpu pada suatu yang lain, tapi pada kebebasan  itu sendiri.
           Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan satu satunya filsafat yang benar dan definitive. Filsafat Mark telah memberikan kesatuan kongkrit dan dialektis antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat. Mark telah menekankan konsep keberadaan sosial ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir yang berhasil meletakkan makna yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski demikian Sartre tidak menganggap pemilikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat, karena setelah cita-cita masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk,  maka persoalan filsafat bukan lagi soal kebutuhan manusia akan makan dan pakaian, tetapi persoalan filsafat mungkin dengan memunculkan tema yang baru, seperti soal kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi pemikiran Mark itu dinilai relevan untuk masa kini.
c. Pandangan tentang Mauvaise Foi.
            Konsep ini menjelaskan bahwa penyangkalan diri seseorang terutama hal tidak mengakui dan tidak menerima bahwa seseorang mempunyai kebebasan memilih. Sikap ini menghindari tanggung jawab dan takut membuat keputusan. Konsep ini juga mengandung pengertian kurangnya penerimaan diri, peristiwa tidak menerima atau menipu diri sendiri tentang apa yang benar mengenai diri sendiri.
4. Gabriel  Marchel.
            Gabriel adalah seorang filosof  berkebangsaan Prancis. Dia dikenal sebagai pemain drama dan komposer musik. Dalam gagasan filosofisnya, banyak orang mengatakan bahwa Gabriel Marcel adalah seorang eksistensialis, dan dekat dengan kaum personalis. Karena ia menitik beratkan filosofisnya pada keadaan manusia. Dalam pemahamannya, filsafat dikarakterisasi pada sebuah perasaan tragis manusia. Tetapi juga sebuah pengharapan dan  misteri ada. Pada tahun 1929 ia bergabung dengan gereja Katolik Roma. Walaupun demikian, dia  bukanlah seorang Thomistik, melainkan tetap mendekatkan diri pada kaum eksentialis dan personalis. Setelah tahun 1949  ia terang-terangan menunjuk dirinya sebagai seorang neo-sokratik dan menegaskan mengenai karakter berfikir filosofisnya yang adalah terbuka dan dialogis.
Ide-ide pokok Gabriel  Marchel adalah sebagai berikut:
a. Pandangan tentang manusia.
            Dalam filsafatnya mengatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian tapi bersama-sama dengan orang lain. Tetapi manusia punya kebebasan yang bersifat otonom. Ia selalu dalam situasi yang ditentukan oleh ke jasmaniannya.  Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya, tapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya.
Manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses). Ia selalu menghadapi  obyek yang harus diusahakan seperti yang tampak dalam hubungannya dengan orang lain. Perjalanan manusia  ternyata akan berakhir pada kematian, pada yang tidak ada. Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara berada dan tidak berada. Maka manusia menjadi gelisah, menjadi putus asa dan takut kepada kematian. Tapi sebenarnya kemenangan kematian itu hanyalah semu saja, sebab hanya cinta kasih dan kesetiaan itulah yang memberi harapan guna mengatasi kematian. Di dalam cinta kasih dan kesetiaan ada kepastian, bahwa ada engkau yang tidak dapat mati. Harapan itulah yang menembus kematian. Adanya harapan menunjukkan bahwa kemenangan kematian adalah semu. Ajaran tentang harapan ini menjadi puncak ajaran Marcel. Harapan ini menunjuk adanya Engkau yang tertinggi (Toi Supreme), yang tidak dapat dijadikan obyek manusia.  

           Berdasarkan  penjelasan diatas,  penulis  tidak setuju dengan pemikiran aliran eksistensialisme yang mengatakan   manusia tidak memiliki sandaran agama dan mengingkari adanya Tuhan. Alasannya kalau mengingkari Tuhan, lalu alam dan manusia siapa yang menciptakan? Bagaimana mungkin sesuatu yang ada, ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Itu sesuatu yang mustahil dan sangat tidak masuk akal. Lagi pula manusia tidak akan mampu menciptakan dirinya dan alam. Pasti ada suatu zat yang sangat sempurna yang bisa menciptakannya yaitu Allah. Hanya Allah yang bisa bertindak sebagai pencipta. Hanya Allah sebagai pengerak dan penyebab  pertama, Ia tidak dapat digerakkan dan disebabkan oleh sesuatu yang lain selain dari diri-Nya. Dan segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini pasti memiliki hubungan klausal (tidak ada suatu akibat tanpa disertai sebab). Islam juga telah menegaskan bahwa hubungan antara seorang hamba dengan penciptanya merupakan hubungan yang akan meninggalkan efek positif. Allah telah menurunkan syariatnya bagi manusia yang didalamnya mencakup kaidah-kaidah umum dalam kehidupan masyarakat. Kaidah-kaidah itu akan  menjaga nilai-nilai kemanusiaan dari manusia, kaidah itu akan mengarahkan nafsu manusia yang cenderung pada kejelekan menuju kebaikan.
            Eksistensi menekankan pada kebebasan individu secara total  dan sepenuhnya menentukan diri sendiri. Dalam hal ini apabila diberikan kebebasan mutlak pada diri manusia  maka pada akhirnya akan menghilangkan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dan pengatur kebebasan. Dan hal ini akan membawa kita pada atheisme. Sedangkan kebebasan yang diberikan Islam pada manusia bukanlah kebebasan yang absolut melainkan kebebasan yang tetap pada nilai-nilai agama. Selain itu kebebasan kita  sebagai manusia sudah barang tentu dibatasi oleh segala macam faktor seperti faktor  keterbatasan fisik, psikis, lingkungan, pendidikan, tekanan-tekanan dari masyarakat yang menyudutkan kita  secara terus-menerus  tanpa kita sadari.
            Eksistensi tidak menghendaki adanya norma, hal ini sangat bertentangan dengan pendapat penulis karena seandainya tidak ada aturan atau norma dalam kehidupan kita maka kehidupan manusia akan menjadi kacau, manusia  akan bertindak semaunya  dan pada akhirnya akan terjadi berbagai macam prilaku menyimpang yang merugikan orang lain, manusia akan berprilaku seperti binatang. Tanpa adanya norma masyarakat tidak akan mampu untuk mengukur tindakan-tindakannya, mereka tidak akan mampu melihat dengan jelas batasan antara baik atau buruk.
            Eksistensi mendahului esensi. Maka dalam hal ini manusia  bertanggungjawab atas mau menjadi apa dia. Pandangan ini terlalu subyektif,  kalau seperti itu lalu dimana tempat orang lain dalam eksistensi individu tersebut, bagaimana dengan hal-hal  tertentu yang  tidak bisa kita tentukan sendiri misalnya kita lahir dimana, dalam keluarga apa, dibesarkan dengan lingkungan berbahasa apa dan lain-lain. Dalam agama Islam keberadaan asal usul  manusia di dunia  adalah   untuk beribadah kepada Allah.  Oleh karenanya dalam ilmu tasawuf/teologi,  konstruksi  maksud dan tujuan kehadiran manusia sudah diformulasikan sejak semula oleh Allah. Jadi, esensi manusia sudah ada sejak dahulu meskipun masih dalam dimensi metafisik,  tetapi hal ini sudah dijelaskan dalam kitab suci Al-Qur’an. Sehingga selanjutnya manusia akan dituntun oleh agama untuk menemukan dirinya.

BAB III
KESIMPULAN

1. Eksistensialisme secara etimologi berasal dari kata eksistensi dari kata dasar existency yaitu exist. Kata exist adalah bahasa latin yang berarti ex keluar dan sistare artinya berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri  sedangkan secara terminologi eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan  pada manusia,  dimana manusia dipandang sebagai suatu makhluk yang harus bereksistensi.
2. Filsafat Eksistensialisme merupakan filsafat yang muncul  diakibatkan oleh ketidak puasan para eksistenisalis terhadap paham materialisme, idealisme juga dikarenakan keadaan Eropa Barat pada saat itu. Selain itu  filsafat ini muncul karena golongan filosof menyadari bahwa kondisi manusia dalam keadaan terbelenggu dan kehilangan eksistensinya sebagai manusia.
3. Tokoh tokoh aliran eksistensialisme  dan pokok ajarannya adalah sebagai berikut:.
a. Soren Aabye Kierkegaard, sebagai bapak filsafat eksistensialisme yang memberikan pengaruh besar terhadap munculnya filsafat eksistensialisme. Inti pemikiran dari tokoh ini adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Manusia tak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum” tetapi sebagai “aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain. Ia juga berpandangan bahwa bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan bagi hidupnya.
b. Jean Paul Sartre, seorang atheis yang memilik paham eksistensialis. Jika cara berfikir Soren Aabye Kierkegaard masih kental dengan cara berfikir seorang kristen maka, cara berfikir Jean Paul Sarte merupakan cara berfikir seorang atheis. Inti pemikirannya adalah pada manusia eksistensi mendahului esensi, ia menekankan pada kebebasan manusia individu tanpa batas , manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menentukan dan mengatur dirinya. Manusia tidak memiliki sandaran agama dan  mengingkari adanya Tuhan.
c. Gabriel  Marchel.
Gabriel adalah seorang filosof  berkebangsaan prancis. Dalam gagasan filosofisnya, banyak orang mengatakan bahwa Gabriel Marcel adalah seorang eksistensialis, dan dekat dengan kaum personalis. Karena ia menitik beratkan filosofisnya pada keadaan manusia. Ia terang terangan menunjuk dirinya sebagai seorang neo-sokratik dan menegaskan mengenai karakter berfikir filosofisnya yang adalah terbuka dan dialogis.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro.  Filsafat Umum. Cet-12 (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).

Baqir Ash Sadr, Muhammad. Falsafatuna:Dirasah, Mawudhu’iyyah fi Mu’tarak Al Shira’ Al Fikriy Al Qa’im baina Mukhtalaf Al Tahayarat Al Falsafiyyah Wa al Falsafah Al Islamiyyah wa Al Maddiyyah Al dialiktikiyyah (Al Markisiyyah), terj. M. Nur Mufid bin Ali, (Bandung: Mizan, 1991).

Dagun, Filsafat eksistensialisme (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).

Hakim, Atang Abdul. dan Ahmad Saebani, Beni.  Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung: Pustaka Setia, 2008).

Hendrik Rapar, Jan. Pustaka Filsafat Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996).

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar  (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales sampai James   (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992).


Titus, Smith. dan Nolan, persoalan persoalan filsafat terj. H. M. Rasjidi
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar