Minggu, 15 Februari 2015

Review Kitab Manahilul Irfan

SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN.
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul  Qur’an menjelma menjadi suatu cabang disiplin ilmu setelah melalui proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini tentu banyak Pribadi dan kondisi yang membuatnya  sebagai cabang ilmu yang penting untuk memahami kitab suci al-Qur’an.

1.        Zaman sebelum pembukuan.
Pada fase ini ulumul Qur’an  merupakan  ilmu yang sangat dirasakan kemunculannya  semenjak  zaman  Rasul  SAW. Pada zaman Rasul  SAW  ulumul Qur’an masih diriwayatkan   melalui  lisan saja, belum dibukukan,  karena pada masa Nabi dan sahabatnya belum ada kebutuhan  sama sekali untuk menulis atau mengarang. Para sahabat mampu mencerna kesusastraan yang berkualitas tinggi,  mereka dapat memahami ayat-ayat  al-Qur’an yang turun kepada Nabi. Dan  ketika mereka mengalami kesulitan dalam memahaminya maka mereka akan langsung menanyakannya kepada Rasul SAW.
Menurut Abu Abdurrahman As-Sulami,  para sahabat pada zaman itu sangat antusias untuk mempelajari ilmu tersebut dan terdapat kebiasaan dari mereka untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum  mereka benar-benar dapat memahami dan mengamalkan ayat-ayat yang dipelajarinya.[1] Keantusiasan para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an tampak lebih kuat lagi ketika nabi hadir ditengah  tengah mereka.hal ini yang kemudian mendorong Ibnu Taimiyah mengatakan bahawa Nabi sudah menjelaskan apa-apa yang menyangkut penjelasan al-Qur’an kepada para shabatnya.[2]
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan beberapa latar belakang ulumul Qur’an  pada zaman Nabi tidak atau belum  ditulis antara lain sebagai berikut:
a. Bila para sahabat mengalami kesulitan dalam memahami suatu mengenai al-Qur’an  mereka dapat langsung menanyakannya kepada Rasul SAW dan  Rasulpun selalu menjelaskan kepada mereka hakekat-hakekat tafsir serta mengarahkannya kepada maksud-maksud al-Qur’an.
b. Sebagian besar dari para sahabat Rasul SAW terdiri dari orang-orang yang buta huruf, dan sarana untuk menulispun tidak mudah untuk didapatkan.hal ini juga yang merupakan halangan kenapa ulumul Qur’an belum ditulis pada zaman Rasul SAW.
c. Rasul sendiri melarang sahabatnya menulis sesuatu yang diterima dari beliau selain dari al-Qur’an.  
Karena mereka memiliki kemampuan lebih, baik dalam hal ketajaman kecerdasan maupun kekuatan ingatan dan rasa bahasa serta kemurnian bahasa yang mereka miliki, sehingga tingkat pemahamannya secara langsung terhadap al qur’an menjadi lebih berkesan dan mendalam.[3]
     Pada masa khalifah Usman bin Affan, ketika orang Arab mulai bergaul dengan orang non arab, Usman bin Affan memerintahkan orang-orang muslim untuk berpegang pada satu mushaf  induk, dan  menyuruh untuk membuat reproduksi untuk berbagai daerah. Bersamaan dengan  itu beliau  menyuruh untuk membakar mushaf-mushaf  yang ditulis dengan caranya masing-masing. Peristiwa tersebut yang kita kenal dengan Rasm Usmani.  Dan tindakan khalifah tersebut merupakan rintisan dari lahirnya suatu ilmu yang kemudian dikenal dengan ilmu rasmil Qur’an atau ilmu tentang penulisan al-qur’an.
 Rasm al-Qur’an disebut juga rasm al-Mushaf atau rasm Utsmani . Istilah yang terakhir ini dikaitkan dengan khalifah yang memberikan tugas untuk penulisan mushaf al-Qur’an kepada panitia 4 yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Zaid bin Ash, Abdullah bin Zubair Dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam.[4]
Menurut Kamaluddin Marzuki ilmu rasm al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang cara penulisan pada masa khalifah Utsman bin Affan yang ditulis sesusia dengan kaidah kaedah bahasa Arab.[5] Terkait dengan hal tersebut Zarqani mendefinisikan rasm al-Qur’an sebagai bagian dari ilmu-ilmu al-Qur’an yang ditulis berdasarkan undang-undang atau aturan-aturan penulisan al-Qur’an yang mendapat restu dari khalifah Utsman baik mengenai tata cara penulisan lapal-lapalnya maupun bentuk huruf-hurufnya.Bagaimanapun bentuk rasm al-Qur’an sebelumnya, sudah pasti bahwa al-Qur’an sekarang ini merupakan al-Qur’an mushaf  Utsmani.
   Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib seiring dengan bertambahnya orang non arab yang masuk  Islam  ke jazirah arab, dan mereka tidak mengetahui bahasa arab. Sehingga mereka bisa salah dalam membaca dan memahami isi Al-Qur’an,belum ada harakatnya, huruf hurufnya belum menggunakan tanda titik dan tanda lainnya, karena itu khalifah Ali memerintahkan kepada Abul Aswad Ad Du’ali (Wafat tahun 69)  supaya meletakkan kaidah-kaidah bahasa arab hal ini yang mendasari lahirnya ilmu I’rabil Qur’an. Dengan perintahnya itu pula berarti Ali bin Abi Thalib adalah orang yang meletakkan dasar lahirnya  ilmu Nahwu atau I’rabil Qur’an.
Setelah Ali maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan diganti masa pemerintahan Bani Umayah. Dalam masa ini, cita – cita para sahabat dan tabi'in besar ditujukan untuk menyebar luaskan ulumul Qur'an dengan riwayat dan pengajaran langsung, tidak dengan tulisan dan pembukuan.[6]
Pada abad I dan II H selain ustman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui sebagai perintis lahimya yang kemudian hari dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-Nuzul, Ilmu Makky wal Madaniy, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharibul Qur’an (soal-soal yang memerlukan penta’wilan dan penggalian maknanya). Para perintis ilmu tersebut ialah:
1.        Empat orang khalifah Rasyidun , Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubair. Mereka itu adalah  kalangan para sahabat Nabi S.A.W
2.        Dari kalangan Tabi’in Yaitu Mujahid, ‘Atha bin Yassir, `Ikrimah, Qatadah, Hasan Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka itu Tabi’in di Madinah.
3.        Malik bin Anas dari kaum Tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin). Ia memperoleh ilmunya dan Zaid bin Aslam
2.         Zaman penulisan  ilmu Al-Qur’an    .

Setelah dirintis dasar–dasar ulumul Qur'an maka datanglah masa pembukuan cabang–cabang ulumul Qur'an. Pertama kali adalah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, Tafsir al-Qur'an itu dianggap sebagai induk dari ilmu–ilmu al-Qur'an lainnya. Orang pertama yang mengarang tafsir adalah Syu'bah bin Hajjaj( wafat 160 H), Sufyan bin Uyainah ( Wafat 198 H ), dan Waki' bin Jarrah ( wafat 197 H).Mereka termasuk ulama abad ke-II. Kitab Tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat  pendapat pendapat sahabat dan tabi'in yang kebanyakan belum dicetak, sehingga tidak sampai pada generasi sekarang. kemudian menyusul Ibnu Jarir At-Tabari yang menulis kitab ulumul Qur’an yang karyanya sangat bermutu baik dari segi periwayatannya dan sebagainya . Munculnya Ibnu jarir At-thabari yang mengarang kitab Tafsir Ath-Thabari  yang bernama Jaami'ul Bayaan fi Tafsiiril Qur'an. Tafsir At-Thabari itu merupakan kitab tafsir yang paling besar dengan memakai metode muqaraun ( kompetitif ). Sebab, beliau adalah orang pertama yang menafsirkan ayat–ayat al-Qur'an dengan mengemukakan pendapat–pendapat para ulama, dan membanding pendapat sebagian mereka dengan pendapat sebagian yang lain.[7]
Di samping tafsir yang ditulis menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, mulai muncul tafsir-tafsir yang ditulis orang berdasarkan akal (ra’yu) atau dengan kata lain muncul tafsir bil-naql dan akal. Ada yang menafsirkan seluruh isi al-Qur’an, ada yang menafsirkan sebagian saja yakni satu juz, ada yang menafsirkan sebuah surat dan ada pula yang menafsiran hanya satu atau bebera ayat khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pemikiran-pemikiran sehingga muncul tokoh-tokoh dengan karya-karya tentang ulumul al-Qur’an sebagaimana yang kita temukan sekarang.
Dari perkembangan kitab–kitab tafsir, sejak dimulai usaha penyusunan tafsir-tafsir al-Qur'an sejak pemulaan abad II H sampai sekarang. Kita dapat mengetahui bahwa disamping ada ulama–ulama yang menafsirkan al-Qur'an dengan pola tafsir riwayah atau bi al-manqul, ada yang menafsirkannya dengan pola tafsir dirayah atau bi al-ra 'yil bi al-Maqul.[8]
     Perkembangan cabang – cabang ulumul Qur’an yang lainnya.
Pada abad III H selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu Al-Qur'an yaitu:
a.     Ali bin Al-Madini ( wafat 234 H) menyusun Ilmu Asbabun Nuzul.
b.     Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat.
c.    Muhammad bin Ayyub Al-Dhirris (wafat 294 H) menyusun Ilmu Makki wal Madani.
d.   Muhammad bin Khlaf Al-Marzuban ( wafat 309 H ) menyusun kitab, Al-Hawifi Ulumil Quran (2 7juz). [9]
Sedang pada abad IV H, ada lima ulama yang secara tekun mengarang ulumul Qur'an dan menyusun kitab-kitabnya yaitu:
a.    Abu Bakar As–Sijistani ( 330 H ) mengarang kitab: ilmu Gharibil Qur'an. 
b.    Abu bakar bin Qasim Al-Ambari ( 328 H ) menyusun kitab: 'ajaibu 'ulumil Qur'ani, Abu Hasan Al-Asy'ari ( 324 H ) menulis kitab : Al-Muhtazan fi Ulumil Qur'ani.
c.     Abu Muhammad bin Ali Al­Karakhi ( 360 H )menulis kitab: Naktul Qur'ani Ad-Dallatu 'Alai Bayani Fi Anwaa'd 'Nuumi wal Ahkami.
d.    Muhammad bin Ali Al-Adwafi ( 388 H ) mengarang kitab: Al-Istighnau Fi ‘ulumil Qur'ani yang terdiri dari 20 jilid.
 Pada abad V mulai disusun ilmu I'rabil Qur'an dalam satu kitab. Disamping itu, penulisan kitab–kitab, dalam Ulumul Qur'an masih terus dilakukan oleh Ulama pada masa ini. Adapun ulama, yang berjasa dalam pengembangan umul Qur’an pada abad V antara lain adalah:
a.         Ali bin Ibrahim bin Sa'id Al Khufi( wafat 430 H) selain mempelopori penyusunanIlmu Frabil Qur'an, beliau juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Qur'an.
b.          Abu 'Amr Al-Dani ( wafat 444 H) menyusun kitab Al-Taisir Fil Qiroatis Sab’I dan kitab Al-Muhkam Fi al-Nuqoti .[10]
Pada abad VI H di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan `ulum al-Qur'an juga terdapat ulama yg mulai menyusun ilmu mubhahamat Al-Qur'an diantaranya:
a.         Abul Qasim Abdurrahman Al-Suhaily lebih dikenal dengan al-Suhaily ( wafat 581 H) Menyusun kitab tentang Mubhamat al-Qur'an ( menjelaskan maksud lafadz – lafadz al-Qur'an yang mubham tidak jelas apa atau siapa yang dimaksud ).
b.         Ibn Al-Jauzi ( wafat 597 H) menyusun kitab yang berjudul Funun al­Afnan Fi 'Ajaib Al-Qur'an dan kitab al-Mujtaba Fi 'Hum tata'allaqu bi al-Qur'an. [11]
Pada abad VII H, ilmu – ilmu al-Qur'an terus berkembang dengan mulai tersusunya ilmu Majaz AI-Qur'an dan Ilmu Qira'at AI-Qur'an. Diantara ulama abad VII yang besar andilnya terhadap ilmu – ilmu Al-Qur'an antara lain
a.         'Allamuddin al-Sakhawy ( wafat 643 H) menyusun Ilmu Qira'at dalam kitabnya berjudul Jamal al-Qurra' wa kama-1 al-Iqra'.
b.         Abu Syamah ( wafat 655 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajiz fi maYata ‘allaqu bi al-Qur’an.
c.         Ibnu abd al-Salam terkenal dengan nama al-Izz ( wafat 660 H) mempelopori penulisan ilmu. Majaz al-Qur'an dalam satu kitab.
Pada abad VIII H, muncul beberapa ulama yg menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Qur'an,dan di abad ini penulis kitab-kitab tentang 'ulum al-Qur'an masih bejalan terus. Di antara mereka ialah:
a.         Ibnu Abil ishba' menyusun ilmu Badi' al-Qur'an , suatu ilmu yg membahas macam–macam badi' ( keindahan bahasa ) dalam al-Qur'an.
b.         Ibn al Qayyim ( wafat 752 H) menyusun ilmu Aqsam al-Qur'an, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang ada dalam al-Qur'an.
c.         Najmuddin al-Thufy ( wafat 716 H) menyusun ilmu Hujaj al-Qur'an, suatu ilmu yang membahas tentang bukti-bukti atau dalil-dalil ( argumentasi – argumentasi ) yang dipergunakan al-Qur'an dalam menetapkan suatu hukum.
d.        Abu al-Hasan al-Mawardy, menyusun ilmu Amtsal al-Qur'an suatu ilmu yang membahas tentang perumpamaan – perumpamaan yang ada dalam Al-Qur'an.
e.         Badr al-Din al-Zarkasyi ( wafat 794 H) menyusun kitab al-Burhan fi `Num al-Quran (4 jilid ), diterbitkan oleh Muhammad Abul Fadhl Ibrahim.[12]
Pada abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak karangan – karangan yang ditulis oleh ulama tentang ilmu – ilmu AI-Qur'an dan pada masa ini perkembangan ulumul Qur'an mencapai kesempumaan. Diantaranya ulama:
a.   Jalaluddin Al-Bulqini ( wafat 824H ) menyusun kitab Mawaqi'ul Ulum Mim Mawaqiin Nujum. Al-Bulqini ini dipandang oleh As-­Suyuti sebagai Ulama yang mempelopori penyusunan kitab ulumul Qur'an yang lengkap, sebab didalamnya telah disusun sejumlah 50 macam ilmu Al-Qur'an.
b.   Muhammad bin sulaiman Al-Kafiyaji (wafat 879 H) menyusun kitab AI-Taisir Fi Qawaidit Tafsir.
c.   As-suyuti (wafat 911 H) menyusun kitab Al-Tahbir Fi Ulum al­Tafsir. Penyusunan ini selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Qur'an yang paling lengkap karenamemuat 102 macam ilmu – ilmu Al-Qur'an. Namun, imam As­Suyuti belum puas atas karya ilmiahnya yang hebat itu. Kemudian ia menyusun kitab Al-itqan Fi Ulumul Qur'an ( 2 juz) yang membahas tentang 80 macam ilmu –ilmu Al-Qur'an secara sistematis dan padat isinya. Kitab AI-Itqam ini belum ada yang menandingi mutunya dan kitab ini diakui sebagai kitab standar dalam mata pelajaran Ulumul Qur'an. Setelah As-Suyuti wafat pada tahun 911 H. Perkembangan ilmu – ilmu Al-Qur'an seolah – olah telah mencapai puncaknya dan berhenti denganberhentinya kegiatan ulama dalam pengembangan ilmu – ilmu Al-Qur'an dan keadaan semacam itu bejalan sejak wafatnya As-­Suyuti sampai akhir Abad XIII H.[13]
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatiaan. Ulama menyusun kitab – kitab yang membahas Al-Qur'an dari segi dan macam Ilmu Al-Qur'an. Diantaranya mereka adalah
a.  Thahir Al-Jazariri menyusun. kitab AI-Tibyan Fi Ulumul Quran yang selesai pada tahun 1335 H.
b.  Jamaludin Al-Qaim ( wafat 1332 H) mengarang kitab Mahasinut Takwil.
c.  Muhammad Abduh Adzim AI-Zarqani menyusun kitabManahilul Irfan Fi Ulumil Quran (2 jilid).
d.  Muhammad Ali Salamah mengarang kitabManhajul Furqan Fi Ulumil Quran.
e.   Thanthawi Jaurhari mengarang kitab Al- Jawahir Fi Tafisir Al­Quran dan kitab Al-Quran Wal Ulumul Ashriyah.
f.    Muhammad Shadiq Al-Rafi'I menyusun kitab Ijazul Quran.
g.  Mushafa Al-Maragi menyusun risalah tentang " boleh menerjemahkan Al-Qur'an dan risalah ini mendapatkan tanggapan dari pars ulama yang pada umumnya menyetujui pendapatMusthafa Shabri seorang Ulama besar dari turki yang mengarang kitab, dengan judul " Risalah Tarjamatil Quran ".
h.  Sayyid Qutub mengarang kitab Al- Tashmil Fanni Fil Quran dan kitab Fi Dzilalil Quran.
i.  Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mengarang kitab Tafsir Quranul Hakim. Kitab ini selain Menafsirkan Al-Qur'an secara Ilmiah juga membahas Ulumul Quran.
j.  Dr. Muhammad Abdullah Darraz, seoarang Guru Besar al-Azhar University yang diperbantukan diperancis, mengarang kitab Al­Naba'AI-Adzim, nadzaratun jadidah Fil Quran.
k.  Malik bin Nabiy mengarang kitab, Al-Dzahiratul Qur'aniyah kitab ini membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
l.   Dr.Shubi AL-Shalih, mengarang kitab Mabahits Fi Ulmil Qur’an.
m.  Muhammad Al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari'ah Universitas Syria mengarang kitab AI-Manhalul Khalid.[14]
 Istilah ulumul Qur'an sudah ada. sejak abad ke III H, dengan adanya kitab Al-Hawwi Fi 'Ulumil Qur'an karya imam Ibnu Marzuban, yang diteruskan pada abad ke-V H dengan adanya kitab Al-Burhan Fi 'ulimuil Qur'an karya Ali Al-Khufi. Kemudian dikembangkan pada abad ke –VII H dengan adanya kitab Fununul Afnan Fi Tflumil Qur'antulisan Ibnu Jauzi dan dilengkapi pada abad ke-VIII H oleh Syekh Badruddin Az-Zarkasyi dengan karyanya Al­Burhan Fi Tflumil Qur'an. Selanjutnya, Ulumul Qur'an itu disempurnakan Imam As-Suyuti dalam kitab Al-Itqan Fi 'Numil Qur'an pada abad ke-IX H Dn abad ke-X H.  sedangkan  lahirnya istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan ( Ulumul Qur'an yang sistematis, Ilmiah, dan integrative) baru ada pada abad ke-V H sesuai dengan pendapat jumhur Ulama, sebagaimana penjelasan diatas. Sebab, istilah – istilah Ulumul Qur'an yang terdapat pada kitab-kitab pada abad ke-III H dan Ke-V H itu barulah Ulumul Qur'an Idhafi yang masih berdiri sendiri – sendiri , belum sistematis, belum ilmiah atau belum Mudawwan. Hal itu sesuai dengan pernyataan Imam Ash-suyuti dalam Mukhaddimah kitabnya Al-Itqan, bahwa Ulumul Qur'an itu dimulai ditangannya dan disempurnakan jugs ditangannya. Dan, hal itu sesuai pula dengan pendapat Abdul 'Adhim Az-Zarqani  bahwa sepeninggalan imam As-Suyuti tidak ada orang yang mengikuti jejaknya ( dalam menulis dan membukukan ulumul Qur'an yang Mudawwan). Sebagaimana sebelumnya juga belum pernah ada orang yang memperhatikan ulumul Qur'an sepenuh hati seperti dia seperti.
Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa setelah wafatnya Imam As-Suyuti tahun 911 H maka terhentilah gerakan penulisan Ulumul Qur'an dan pertumbuhannya sampai abad ke-XIV. Sebab, pada abad ke-XVI H atau abad modern itu bangkit kembali kegiatan penulisan Ulumul Qur'an dan perkembangan kitab- kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ularna yang mengarang ulumul Qur'an dan menulis kitab-kitabnya, baik tafsir maupun macam–macam kitab ulumul Qur'an.
Diantaranya para ulama yang menulis Tafsir/ ulumul Qur'an pada abad modern ini sebagai berikut:
a.    Ad-Dahlawi: Al-Fauzul Kabir Fi Ushuld Tafsir
b.    Thahir Al-Jazairi: At-Tibyan fi Uumil Qur'an.
c.    Abu Daqiqah : Ulumul Qur'an.
d.    M.Ali Salamah : Minhaajul Furqan Fi Tgumil Qur'an.
e.     Muhammad Bahits : Nuzulul Qur'an `ala Sabati Ahrufin[15]
Adapun mengenai kapan istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan atau yang telah sistematis, ada pendapat para ulama diantaranya adalah sebagai berikut:
a.   Dr. Shubhi Ash-Shalif dalam bukunya Mabaahits Fi 'Ulumil Qur'an mengatakan , istilah Ulumul Qur'an sudah ada mulai abad III H. sebab, paling lambat pada akhir abad ke-III H itu sudah adakitab yang berjudul Al-Hawi Fi'Ulumil Qur'an yang ditulis imam Ibnu Marzubah. Yang jelas, dalam buku itu sudah menggunakan istilah Ulumul Qur'an sehingga sudah barang tentu telah lahir pula istilah Ulumul Qur'an tersebut.
b.  Syekh Abdul 'Adhim Az-Zarqani mengatakan, bahwa Ulumul Qur'an itu sudah ada sejak abad ke-V H. sebab, pada abad ke-V H itu. Sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan Fi 'Ulumil Qur'an yang terdiri dari 30 juz,
c.   Jumhur Ulama dan para ahli sejarah Ulumul Qur'an berpendirian istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan itu pada abad ke-VII H, Sebab, baru pada abad ke-VII H mulai ada kitab yang memakai istilah Ulumul Qur'an yaitu kitab Fununul Afnan Fi ‘Ulumil Qur'an dan kitab Al-Mujtaba Fi ‘Ulumin Tata 'allaqu Bil Qur'an yang ditulis oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi ( wafat 597 H ).Dengan demikian istilah ulumul Qur'an itu tersiar luas  pada sejak awal abad ke –VII H karena kitab – kitab tersebut sudah menyebar dan banyak yang dibaca.
d.  Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-shidiqi dalam bukunya Syarah dan Pengantar Ilmu Tafsir, menerangkan bahwa menurut hasil penelitian sejarah, ternyata Imam Al-Khafiji adalah orang yang pertama kali membukukan Ulumul Qur'an. Karena setelah itu,Istilah Ulumul Qur'an itu baru ada sejak abad ke-VII H. Sebab, pada abad itulah baru ada buku Ulumul Qur'an yang ditulis dan dibukukan orang, sehingga barulah lahir istilah Ulumul Qur'an itu.[16]





[1]  Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 17.
[2] Ibid, h. 17.
[3]  Usman, Ulumul…, h. 15-17.
[4]  Usman, Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras’  2009), h. 113.
[5]  Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), h. 78.                  [6] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009), h. 30.
       [7] Ibid,  h. 8.
       [8] Muhammad Nur Ichwan, Study Ilmu Al-Qur’an (Semarang: Rasail Media Grup, 2008), h. 8.
       [9] Amad Syadali Berhan dan Ahmad Rafii, Ulumul Qur’an (Bandung: CV  Pustika Setia,1997), h.25.
      [10] Ibid,  h. 26.
      [11] Muhammad Nur Ikhwan,Studi…,  h. 9.
        [12] Ibid,  h. 10-11.
     [13] Ahmad Syadali , h. 28-29.
       [14] Ibid,  h. 29-30.
       [15] Ibid, h. 41-42.
     [16] Abdul Jalal, Ulumul …, h. 39-40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar